Melihat Artefak Perjanjian Salatiga Atau Yang Dikenal Dengan Gedung Pakuwon Bersejarah Salatiga

Sebagai salah satu kota tertua di Indonesia, tentunya Kota Salatiga menyimpan berbagai kenangan dan sejarah penting yang cukup berpengaruh di Indonesia.

Tepat Hari ini, 263 Tahun lalu, sebuah perjanjian Salatiga lahir di Gedung pakuwon Salatiga. Gedung yang terletak di Kelurahan Kalicacing, Kecamatan Sidomukti, Kota Salatiga, Provinsi Jawa Tengah. Nampak masih berdiri, dan menjadi salah satu saksi sejarah berpengaruh di Indonesia puluhan tahun silam. 

 

Gedung Pakuwon merupakan saksi sejarah Perjanjian Salatiga antara Raden Mas Said atau disebut Pangeran Sambernyowo, Pakubuwono II, dan pemerintah Kolonial Belanda pada 17 Maret 1757.

 

Perjanjian Salatiga merupakan penyelesaian dari serentetan pecahnya konflik perebutan kekuasaan yang mengakhiri Kesultanan Mataram. Hamengkubuwono I dan Pakubuwono III dalam melepaskan beberapa wilayahnya untuk Raden Mas Said atau (Pangeran Sambernyawa). 

 

Dikutip dari Tirto.id Sebelum Perjanjian Salatiga, terlebih dulu ada Perjanjian Giyanti yang secara de facto sekaligus de jure menegaskan berakhirnya riwayat Kesultanan Mataram yang ditandatangani 13 Februari 1755. 

 

Namun, ada satu nama yang terlupakan, yaitu Raden Mas Said atau Pangeran Sambernyawa. Pakubuwono III, Hamengkubuwono I, dan Raden Mas Said sebenarnya masih terikat darah persaudaraan, sama-sama keturunan Amangkurat IV (1719-1726), raja ke-4 Kasunanan Kartasura yang merupakan kelanjutan dari Mataram Islam.

 

Namun, Pangeran Mangkubumi kemudian berbalik arah untuk menjalin kesepakatan dengan Pakubuwono III dan VOC lewat Perjanjian Giyanti. Raden Mas Said yang tidak dilibatkan pun menentang perjanjian tersebut yang disebutnya akan memecah-belah rakyat Mataram.

 

Usai Perjanjian Giyanti, Raden Mas Said terus melancarkan perlawanan menghadapi tiga kubu sekaligus, yakni Surakarta, Yogyakarta, dan VOC. Ujung-ujungnya, Raden Mas Said meminta bagian dari wilayah Mataram yang telah dibagi dua dan dari sinilah Perjanjian Salatiga dimunculkan atas prakarsa VOC yang tidak ingin kehilangan pengaruh di Jawa.

Hasilnya, Raden Mas Said alias Pangeran Sambernyawa memperoleh jatah seluas 4.000 cacah atau sekitar 2.800 hektar
.

 

Hasilnya, Raden Mas Said alias Pangeran Sambernyawa memperoleh jatah seluas 4.000 cacah atau sekitar 2.800 hektar

 

Perjanjian Salatiga sendiri, muncul ketika terjadi perselisihan antara Raden Mas Said dengan Sunan Pakubuwana yang berlangsung dari tahun 1746 sampai 1757. Saat itu pihak Belanda berusaha meredam pertempuran tersebut. Belanda mengajak R.M. Said dan Sunan Pakubuwono III berunding tahun 1755 dan 1757. 

 

Perjanjian Salatiga dilangsungkan di sebuah gedung bernama Gedung Pakuwon yang terletak di Jl. Brigjen Sudiarto. Di lahan ini sekarang berdiri bangunan rumah tinggal yang dibangun pada awal abad XX. 

 

Beranda rumah terlihat menjadi ciri khas bangunan, meski dari segi gaya desain tidak memperlihatkan keistimewaan, saat masa kolonial bangunan tersebut mampu mewakili gaya bangunan rumah tinggal yang berkemban. Sekarang, bangunan ini dapat menjadi penanda sebuah tempat dimana dilaksanakan Perjanjian Salatiga ratusan tahun lalu. 


Jangan lupa tonton videonya klik link di bawah ya!



Follow instagram @info.salatiga untuk konten menarik seputar Salatiga & Sekitarnya klik link ini.

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages